WATER PLEASURE merupakan salah satu human improvement terhadap ‘OBYEK AIR’ dalam bentuk aplikasi rekreatif yang akan memberikan efek kesenangan dan penghiburan (entertaining effect) kepada manusia yang menikmatinya.
Sejarah pemanfaatan Obyek Air sebagai sarana rekreasi telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Dari artefak-artefak mesir kuno dijumpai litograf tentang para pangeran dan putri raja yang bermain air di tepi sungai Nil. Atau sisa-sisa situs arkeologis kolam-kolam bermain dari masa Yunani Purba. Termasuk situs Waterpark kuno dari era Kerajaan Judea yang dijumpai di Israel.
Di Indonesia WATER PLEASURE sebagaimana di mancanegara telah lama dikenal dan ada sejak masa yang lampau. Taman pemandian Tirta Empul di Bali diperkirakan dibangun sejak 960 M. Situs arkeologis kolam pemandian raja Majapahit di Candi Tikus, Trowulan Mojokerto dari abad ke-13. Dan tidak ketinggalan cagar budaya Taman Sari dari Kraton Yogyakarta yang dibangun sekitar abad ke-17.
Konsep WATER PLEASURE dapat diaplikasikan dengan pola NATURAL WATER PLEASURE, yang secara langsung memanfaatkan kondisi alamiah obyek air, tanpa memerlukan adanya rekayasa teknis apapun. Baik di laut maupun di darat (sungai, danau / situ).
Pola lainnya yaitu ENGINEERAL WATER PLEASURE, yaitu dengan melakukan rekayasa teknis pada obyek air yang dimanfaatkan. Antara lain dengan adanya treatment pada air, pengaturan sirkulasi, pola dan bentukan obyek hingga penambahan obyek-obyek buatan untuk mendukung fungsional wahana. WATER PARK adalah salah satu contohnya.
Dan menurut pendapat beberapa psikolog, permainan di air dapat merangsang kecerdasan. Anak-anak dapat merasakan pengalaman bermain air sekaligus mendapatkan pengetahuan yang menyenangkan. Medium air dapat membantu anak belajar mengenai substansi alam, yakni air. Jika tidak diakrabkan dengan kegiatan alam terbuka dan hanya bermain di dalam ruangan dan tidak berkeringat, justru akan menghambat proses kecerdasan anak.
“Aktivitas outdoor seperti berenang dapat melatih kecerdasan motorik. Kinestetik otot-otot dan persendian anak menjadi kuat dan tungkai anak kukuh, badan tinggi dan sehat, serta tidak rapuh. Anak yang sering sakit berarti kecerdasan kinestetiknya buruk dan kondisi badannya tidak baik,” Tika Bisono, Psikolog (Media Indonesia, 30 April 2010).
0 komentar:
Posting Komentar